Kalian tau istilah
Workaholic ???
“Workaholic adalah suatu kondisi dimana seseorang lebih mementingkan pekerjaannya secara berlebihan dan melalaikan aspek kehidupan yang lainnya.” Dan ini terjadi pada suami saya, dia seorang yang gila kerja dia bahkan tidak memperdulikan hal lain-nya selain kerja termasuk saya sebagai istrinya sekalipun. Jam kerjanya pun amazing, dia bekerja 14 jam dalam sehari dan dihari libur sekalipun dia tetap lembur bahkan lupa pulang. Terkadang saya heran sebenarnya buat siapa sih dia bekerja keras? Buat saya istrinya? Tentu saja bukan Karena saya pun selama ini merasa tetap saja tidak mendapatkan kebahagian dalam bentuk materi, saya hanya menerima uang dan mengaturnya untuk kepentingan dia sendiri, bisa dibilang saya sih saya sekedar admin pribadinya tanpa bayaran. Dia berangkat pagi buta pulang gelap gulita seperti itulah keseharian suami saya, dia bahkan tak punya waktu untuk berbincang atau sekedar menghabiskan waktu liburnya bareng istri. Ceritanya kita itu suami istri tapi saya sebagai istri hanya bisa melihat suami saya pas pulang kerja dan berangkat kerja, waktu kita sangat minim untuk saling membahagiakan...
“Workaholic adalah suatu kondisi dimana seseorang lebih mementingkan pekerjaannya secara berlebihan dan melalaikan aspek kehidupan yang lainnya.” Dan ini terjadi pada suami saya, dia seorang yang gila kerja dia bahkan tidak memperdulikan hal lain-nya selain kerja termasuk saya sebagai istrinya sekalipun. Jam kerjanya pun amazing, dia bekerja 14 jam dalam sehari dan dihari libur sekalipun dia tetap lembur bahkan lupa pulang. Terkadang saya heran sebenarnya buat siapa sih dia bekerja keras? Buat saya istrinya? Tentu saja bukan Karena saya pun selama ini merasa tetap saja tidak mendapatkan kebahagian dalam bentuk materi, saya hanya menerima uang dan mengaturnya untuk kepentingan dia sendiri, bisa dibilang saya sih saya sekedar admin pribadinya tanpa bayaran. Dia berangkat pagi buta pulang gelap gulita seperti itulah keseharian suami saya, dia bahkan tak punya waktu untuk berbincang atau sekedar menghabiskan waktu liburnya bareng istri. Ceritanya kita itu suami istri tapi saya sebagai istri hanya bisa melihat suami saya pas pulang kerja dan berangkat kerja, waktu kita sangat minim untuk saling membahagiakan...
Saya sebagai seorang
istri jujur sangat tersiksa dan harga diri saya merasa terlukai,
saya merasa tidak bahagia karena bagi saya seorang wanita tidak butuh suami
yang gila kerja, harta ataupun tahta, saya tau materi memang penting tapi
materi pun bukanlah segalanya bagi seorang wanita, hal penting yang kami cari adalah
perhatian dan kasih sayang. Saya pribadi membutuhkan seorang suami yang
mampu memahami setiap keegoisan saya dan tentu saja menikah itu bukan hanya
tentang materi, saya butuh suami yang mampu membimbing saya kearah yang
lebih baik, yang beriman dan juga bertaqwa, suami yang mampu memberikan
perhatian, kasih sayang, yang baik hatinya, penuh kejujuran dan juga kesetiaan,
suami yang mampu menjaga hati istrinya, mampu menjaga setiap ucapan yang dilontarkannya,
suami yang mampu menjaga setiap pandangannya, mampu memegang erat komitmennya,
serta mampu bertanggung jawab dalam setiap tindakannya. Tapi sayangnya saya
tidak mendapatkan itu dari suami saya...
Suami saya terlalu asyik
didunianya sendiri sampai dia lupa ada orang yang
seharusnya dia bahagiakan lebih dari siapapun atau mungkinkah
sebenarnya dia bahagia dengan dunianya ??? ataukah dia belum mampu atau bahkan
mungkin sebenernya dia belum pantas untuk jadi seorang suami, apa sebenarnya dia
belum siap untuk berumah tangga? Dan mungkin obsesi masa mudanya jugapun belum
sirna, dia selain asyik kerja dia juga masih seneng ngumpul bareng temennya, so
disaat dia punya waktu senggang dia ngabisin waktunya bareng temennya dan tentu
saja saya sebagai istri nya merasa diabaikan dan jujur saya cemburu , bahkan
waktu saya lagi sakit sekalipun dia tega ninggalin saya demi kumpul bareng
temennya dibanding nganterin saya untuk pergi ke dokter...
Suami saya tidak pernah mengajak saya untuk berdiskusi dalam hal apapun, dia tidak pernah bercerita apa yang dipikirnya sekalipun apa yang diinginkanya, dia tidak pernah berbagi keluh kesah ataupun berbagai cerita yang menimpanya. Entah takut bikin khawatir atau mungkin dia tidak sudi untuk menjadikan saya sandarannya. Suami saya pun jarang meminta ijin kepada saya untuk keluar, suami saya gak pernah bilang kalau mau kemana-mana, tau tau ada dimana selalu seperti itu. Dia jarang jujur ataupun terbuka dalam hal apapun, terkadang setiap alasan yang dilontarkannya terkesan klise, dia sering terlihat berbohong dan kejujurannya sangat diragukan. Mungkin karena saya bukan orang yang penting untuk hidupnya...
Suami saya tidak pernah mengajak saya untuk berdiskusi dalam hal apapun, dia tidak pernah bercerita apa yang dipikirnya sekalipun apa yang diinginkanya, dia tidak pernah berbagi keluh kesah ataupun berbagai cerita yang menimpanya. Entah takut bikin khawatir atau mungkin dia tidak sudi untuk menjadikan saya sandarannya. Suami saya pun jarang meminta ijin kepada saya untuk keluar, suami saya gak pernah bilang kalau mau kemana-mana, tau tau ada dimana selalu seperti itu. Dia jarang jujur ataupun terbuka dalam hal apapun, terkadang setiap alasan yang dilontarkannya terkesan klise, dia sering terlihat berbohong dan kejujurannya sangat diragukan. Mungkin karena saya bukan orang yang penting untuk hidupnya...
Bahkan satu hal lagi
yang saya gak suka dari suami saya, dia terlalu dekat serta baik hati sama spesies
berjenis perempuan entah itu temen deketnya atau sekedar kenalannya, diapun
sopan dalam berbicara sama mereka sedangkan sama saya sebagai istrinya terkadang
dia
sering melontarkan kata kasar. Dia pun sering bercanda secara
berlebihan dengan temen-temen perempuannya, dia mampu bercanda dengan leluasa didepan
mata saya sekalipun, jujur dia tidak mampu menjaga perasaan saya sebagai
istrinya. Entah sadar ataupun tidak tapi percayalah tidak ada wanita yang merasa
baik-baik saja melihat suaminya dekat dengan banyak wanita walaupun mereka
hanya teman...
Selasa, 24 April 2018
adalah hari pernikahan kami, hari dimana kita menjadi raja dan ratu dalam
sehari, hari dimana kita diselimuti ribuan do’a dan kebahagiaan. Saya tau rumah
tangga kami belumlah seumur jagung bahkan kita pun belum mempunyai momongan dan
tepat hari sekarang Minggu, 24 Juni 2018 rumah tangga kami genap 2 bulan. Bukannya
masih bisa dibilang pengantin baru ? dan seharusnya pengantin baru itu BAHAGIA.
Padahal saya dulu ingin menikah karena ingin bahagia, saya ingin punya suami
yang mampu menggantikan sosok alm appa saya yang sudah meninggal 2 tahun yang
lalu, saya ingin punya suami yang setia kaya beliau yang banting tulang kerja
untuk istrinya dan juga anaknya, beliau baik hatinya, beliau lelaki paling
setia sekalipun rumah tangganya sama ibu saya ldr’an, beliau sopan santun dalam
berucap, beliau beriman dan juga bertaqwa, beliau sering mengingatkan akan
agama, beliau adalah suami yang baik dan ayah yang sangat baik. Terkadang saya
sangat memimpikan untuk punya suami kaya beliau, tapi apa daya ternyata sosok
lelaki itu tidaklah sama...
Salah satunya suami saya
bukanlah lelaki yang mampu seperti yang saya inginkan, saya tau saya emang
egois tapi setidaknya saya ingin dihargai minimal berilah saya perhatian kecil
atau kata-kata yang mampu menghibur setiap kali saya di kecewakan olehnya. Setidaknya
cobalah untuk meminta maaf yang tulus, mencoba mengucapkan terimakasih dengan
gamblang, setidaklah cobalah untuk berubah demi istri, toh saya bukan meminta sebongkah
berlian yang saya minta hanya ingin dianggap bahwa saya adalah orang penting dihidupnya,
intinya
“SAYA INGIN Diprioritaskan.”
Kapan saya dianggap
penting? Bahkan saya lupa kapan terakhir kali suami saya memprioritaskan saya? Terkadang
saya iri sama suami-suami temen saya yang mampu memprioritaskan istrinya
meleibihi siapapun, dia membela istrinya dengan keteguhannya, bahkan mereka dengan
bangganya menunjukkan bahwa mereka bahagia bersama istrinya. Ahhhh jangankan
seperti itu keadaan dalam rumahpun masih pelik penuh dengan kecekcokan
jangankan kayak mereka yang bisa holiday bareng suaminya, shopping bareng,
makan-makan bareng, kemana-mana pun dianterin suaminya...
Jangankan kayak mereka, saya tuh kondanganpun
mesti sendirian, lagi sakit sekalipun saya mesti ngerawat sendirian,
bisa dibilang ke dokter pun saya mesti berjuang sendirian. Jangankan untuk
saling membahagiakan bahkan untuk berbagi waktu layaknya suami istri kita tuh
belum mampu, entahlah yang pasti terkadang saya merasa salah pilih orang ? terkadang
saya ingin memutar waktu kembali, mungkin dulu saya terlalu cepat untuk
menentukan pilihan saya, saya terjebak sama cover semata, yang saya kira suami
saya akan baik hatinya, mampu menyayangi saya dan ibu saya, yang mampu menghargai
saya dan ibu saya, menghormati setiap pengorbanan yang saya lakukan tapi
ternyata tidak, dia bahkan lupa setiap luka yang saya terima darinya...
Terkadang ketika saya
terpuruk saya selalu merasa menyesali setiap ketergesahan saya dulu, saya
terlalu terburu-buru mengambil keputusan, saya kira menikah itu indah, saya
kira punya suami itu akan bikin hidup lebih bahagia, tapi ternyata tidak. Saya
tidak bahagia dan saya merasa tersiksa. Terkadang terlintas di pikiran “aaaaah
seandainya waktu itu saya pilih si A atau si B atau bahkan si C, mungkin hidup
saya tidak akan semenderita ini.” Atau terkadang terlintas “aaah seandainya kalau
alm appa masih ada mungkin hidup saya tidak akan sesakit ini, setidaknya suamiku
serta mereka mereka sedikitnya mungkin akan menghargai saya dan keluarga saya.”
Tapi apa mau yang dikata nasi sudah menjadi bubur dan pada akhirnya saya tidak mampu
mengolah bubur itu menjadi special...
Kertas putih telah
tertumpah tinta segimana dibersihkan pun tetap akan bernoda, seperti kaca yang
pecah sekalipun disatukan kembali tetap akan meninggalkan bekas retakan.
Mungkin inilah yang sedang saya rasakan saat ini, terombang ambing dilema antara
bertahan atau memilih menyerah karena jujur saja saya gak mau gila,
saya gak mau punya suami yang jahat. Hari semakin hari suami saya terus
berubah semakin hari semakin kejam dan semakin mirip sama orang yang saya
benci dan saya takut akan seperti mereka, rumah tangga yang tidak
harmonis, suami yang kejam dan istri dan anak yang jadi korban. Saya gak mau
seperti mereka, saya gak mau terlihat seperti istri yang gila saya hanya ingin bahagia, mungkin
jalan yang saya pilih memang salah...
“Saya rasa semua yang
terjadi kini hanyalah rasa yang palsu terus terjadi setap hari demi hari rasa
sakit yang saya rasakan terulang dan terus menerus berulang, walaupun kita kini
telah lama bersama saling menyayangi atas dasar nama cinta. Namun rasa itu
hilang entah kemana sebaiknya kita berpisah untuk saling bahagia. Haruskah seperti
itu ???”
Rasa cinta kita semakin
hari penuh dengan rasa curiga walau saya tahu saya tak bisa melepasmu begitu
saja,
namun saya rasa saya mulai tak sanggup untuk terus berdusta kalau sebenarnya kita
itu tak bisa terus bersama. Mungkinkah kita akan lebih bahagia kalau
misalnya kita memilih untuk berpisah ???
Bukan maksud saya untuk
mengumbar aib suami saya, tapi saya hanya ingin sharing dan memecahkan solusi dalam
rumah tangga yang sedang saya jalani. Karena saya sudah tidak mampu untuk
menanggung beban ini sendirian lagi, saya tidak bisa untuk membungkam dan berdiam
diri lagi, saya butuh sandaran dan minimalnya saya bisa sedikit melepaskan
penat dengan menumpahkan semua keluh kesah saya melalui tulisan ini. Kenapa saya
berani seperti ini ? karena saya sudah lelah dan rasanya percuma saja untuk
mengajak bicara suami saya, setiap omongan yang saya lontarkan dia hanya
memasukannya ke telinga kanan lalu keluar lagi lewat telinga kiri. Setiap komitmen
yang kita buat tetap saja patah dengan beriringnya waktu, kita gak ada yang
bisa mengalahkan ego masing-masing, mungkin karena kita seumuran jadi kita
merasa gak mau saling diprovokasi...
Dan mungkin ada hal-hal
penting yang harus ditafakur tentang saya dan suami saya, apakah benar
pernikahan yang kami jalani? Apakah yang harus saya lakukan sedangkan suami
saya seperti itu? Apakah saya sanggup untuk terus bertahan? Apakah suami saya
akan berubah? Apakah pantas kalau seandainya saya memilih untuk menyerah saja? Saya banyak ketakutan dengan setiap langkah
yang akan saya ambil. Saya takut salah melangkah lagi !!!
Please help me, air mata
ku sudah kering saking sering nangisnya sama kelakuan suami, sama keadaan yang
sudah tidak memadai lagi, sama semua hal yang tentang hidup yang sudah tidak
mendukung lagi. Mesti berapa kali lagi kecewa? Berapa kali lagi menangis ? berapa
kali lagi terjatuh ? dan berapa kali lagi saya memohon agar saya bisa bahagia ?
saya takut ketika memilih bertahan jusru keadaan semakin tidak baik. Saya takut
hancur untuk kesekian kalinya lagi...
Sering terlintas dibenak, apakah suami saya masih mencintai saya ? pernahkah suami saya benar-benar mencintai saya ? pernahkan saya jadi orang terpenting dihidupnya ? adakah niatan dihati suami saya untuk memprioritaskan saya sebagai istrinya ? sebenernya suami saya itu sayang atau tidak kepada saya ? lalu pernahkah suami saya mengkhawatirkan keadaan saya ? punyakah keinginan untuk membahagiakan saya ? intinya sih saya sendiri pun tidak tahu betul apa yang ada dipikirannya, apa keinginannya, apa yang dirasakan oleh hatinya, apakah benar saya perempuannya ? Apakah benar saya istrinya ? Setia atau tidak-kah suami saya ? Ataukah selama ini sengaja untuk meninggalkan saya secara perlahan sehingga sering membuat saya jengah olehnya, ah entahlah yang pasti hari semakin hari saya semakin meragukan suami saya...
Sering terlintas dibenak, apakah suami saya masih mencintai saya ? pernahkah suami saya benar-benar mencintai saya ? pernahkan saya jadi orang terpenting dihidupnya ? adakah niatan dihati suami saya untuk memprioritaskan saya sebagai istrinya ? sebenernya suami saya itu sayang atau tidak kepada saya ? lalu pernahkah suami saya mengkhawatirkan keadaan saya ? punyakah keinginan untuk membahagiakan saya ? intinya sih saya sendiri pun tidak tahu betul apa yang ada dipikirannya, apa keinginannya, apa yang dirasakan oleh hatinya, apakah benar saya perempuannya ? Apakah benar saya istrinya ? Setia atau tidak-kah suami saya ? Ataukah selama ini sengaja untuk meninggalkan saya secara perlahan sehingga sering membuat saya jengah olehnya, ah entahlah yang pasti hari semakin hari saya semakin meragukan suami saya...
Ataukah sebenarnya suami
saya sudah tidak mencintai saya lagi ? Mungkinkah itu salah satu kendalanya ?
sehingga suami saya dengan tega melakukan banyak hal yang membuat saya sakit
hati ? karena bila memang suami saya benar-benar sayang sama saya, dia tidak
akan membuat saya mengemis perhatiannya karena sesibuk apapun dia pasti mampu
meluangkan waktunya untuk istrinya. Ah entahlah, tapi kalau seandainya
benar seperti itu saya minta lepaskan sajalah saya, karena setidaknya saya pun
berhak untuk bahagia...
Oh god, please help me
!!!