Minggu, 24 Juni 2018

My Husband a Workaholic !!!


             

Kalian tau istilah Workaholic ???              
“Workaholic adalah suatu kondisi dimana seseorang lebih mementingkan pekerjaannya secara berlebihan dan melalaikan aspek kehidupan yang lainnya.” Dan ini terjadi pada suami saya, dia seorang yang gila kerja dia bahkan tidak memperdulikan hal lain-nya selain kerja termasuk saya sebagai istrinya sekalipun. Jam kerjanya pun amazing, dia bekerja 14 jam dalam sehari dan dihari libur sekalipun dia tetap lembur bahkan lupa pulang. Terkadang saya heran sebenarnya buat siapa sih dia bekerja keras? Buat saya istrinya? Tentu saja bukan Karena saya pun selama ini merasa tetap saja tidak mendapatkan kebahagian dalam bentuk materi, saya hanya menerima uang dan mengaturnya untuk kepentingan dia sendiri, bisa dibilang saya sih saya sekedar admin pribadinya tanpa bayaran.  Dia berangkat pagi buta pulang gelap gulita seperti itulah keseharian suami saya, dia bahkan tak punya waktu untuk berbincang atau sekedar menghabiskan waktu liburnya bareng istri. Ceritanya kita itu suami istri tapi saya sebagai istri hanya bisa melihat suami saya pas pulang kerja dan berangkat kerja, waktu kita sangat minim untuk saling membahagiakan...

Saya sebagai seorang istri jujur sangat tersiksa dan harga diri saya merasa terlukai, saya merasa tidak bahagia karena bagi saya seorang wanita tidak butuh suami yang gila kerja, harta ataupun tahta, saya tau materi memang penting tapi materi pun bukanlah segalanya bagi seorang wanita, hal penting yang kami cari adalah perhatian dan kasih sayang. Saya pribadi membutuhkan seorang suami yang mampu memahami setiap keegoisan saya dan tentu saja menikah itu bukan hanya tentang materi, saya butuh suami yang mampu membimbing saya kearah yang lebih baik, yang beriman dan juga bertaqwa, suami yang mampu memberikan perhatian, kasih sayang, yang baik hatinya, penuh kejujuran dan juga kesetiaan, suami yang mampu menjaga hati istrinya, mampu menjaga setiap ucapan yang dilontarkannya, suami yang mampu menjaga setiap pandangannya, mampu memegang erat komitmennya, serta mampu bertanggung jawab dalam setiap tindakannya. Tapi sayangnya saya tidak mendapatkan itu dari suami saya...

Suami saya terlalu asyik didunianya sendiri sampai dia lupa ada orang yang seharusnya dia bahagiakan lebih dari siapapun atau mungkinkah sebenarnya dia bahagia dengan dunianya ??? ataukah dia belum mampu atau bahkan mungkin sebenernya dia belum pantas untuk jadi seorang suami, apa sebenarnya dia belum siap untuk berumah tangga? Dan mungkin obsesi masa mudanya jugapun belum sirna, dia selain asyik kerja dia juga masih seneng ngumpul bareng temennya, so disaat dia punya waktu senggang dia ngabisin waktunya bareng temennya dan tentu saja saya sebagai istri nya merasa diabaikan dan jujur saya cemburu , bahkan waktu saya lagi sakit sekalipun dia tega ninggalin saya demi kumpul bareng temennya dibanding nganterin saya untuk pergi ke dokter...

Suami saya tidak pernah mengajak saya untuk berdiskusi dalam hal apapun, dia tidak pernah bercerita apa yang dipikirnya sekalipun apa yang diinginkanya, dia tidak pernah berbagi keluh kesah ataupun berbagai cerita yang menimpanya. Entah takut bikin khawatir atau mungkin dia tidak sudi untuk menjadikan saya sandarannya. Suami saya pun jarang meminta ijin kepada saya untuk keluar, suami saya gak pernah bilang kalau mau kemana-mana, tau tau ada dimana selalu seperti itu. Dia jarang jujur ataupun terbuka dalam hal apapun, terkadang setiap alasan yang dilontarkannya terkesan klise, dia sering terlihat berbohong dan kejujurannya sangat diragukan. Mungkin karena saya bukan orang yang penting untuk hidupnya...
 
Bahkan satu hal lagi yang saya gak suka dari suami saya, dia terlalu dekat serta baik hati sama spesies berjenis perempuan entah itu temen deketnya atau sekedar kenalannya, diapun sopan dalam berbicara sama mereka sedangkan sama saya sebagai istrinya terkadang dia sering melontarkan kata kasar. Dia pun sering bercanda secara berlebihan dengan temen-temen perempuannya, dia mampu bercanda dengan leluasa didepan mata saya sekalipun, jujur dia tidak mampu menjaga perasaan saya sebagai istrinya. Entah sadar ataupun tidak tapi percayalah tidak ada wanita yang merasa baik-baik saja melihat suaminya dekat dengan banyak wanita walaupun mereka hanya teman...

Selasa, 24 April 2018 adalah hari pernikahan kami, hari dimana kita menjadi raja dan ratu dalam sehari, hari dimana kita diselimuti ribuan do’a dan kebahagiaan. Saya tau rumah tangga kami belumlah seumur jagung bahkan kita pun belum mempunyai momongan dan tepat hari sekarang Minggu, 24 Juni 2018 rumah tangga kami genap 2 bulan. Bukannya masih bisa dibilang pengantin baru ? dan seharusnya pengantin baru itu BAHAGIA. Padahal saya dulu ingin menikah karena ingin bahagia, saya ingin punya suami yang mampu menggantikan sosok alm appa saya yang sudah meninggal 2 tahun yang lalu, saya ingin punya suami yang setia kaya beliau yang banting tulang kerja untuk istrinya dan juga anaknya, beliau baik hatinya, beliau lelaki paling setia sekalipun rumah tangganya sama ibu saya ldr’an, beliau sopan santun dalam berucap, beliau beriman dan juga bertaqwa, beliau sering mengingatkan akan agama, beliau adalah suami yang baik dan ayah yang sangat baik. Terkadang saya sangat memimpikan untuk punya suami kaya beliau, tapi apa daya ternyata sosok lelaki itu tidaklah sama...

Salah satunya suami saya bukanlah lelaki yang mampu seperti yang saya inginkan, saya tau saya emang egois tapi setidaknya saya ingin dihargai minimal berilah saya perhatian kecil atau kata-kata yang mampu menghibur setiap kali saya di kecewakan olehnya. Setidaknya cobalah untuk meminta maaf yang tulus, mencoba mengucapkan terimakasih dengan gamblang, setidaklah cobalah untuk berubah demi istri, toh saya bukan meminta sebongkah berlian yang saya minta hanya ingin dianggap bahwa saya adalah orang penting dihidupnya, intinya “SAYA INGIN Diprioritaskan.” 

Kapan saya dianggap penting? Bahkan saya lupa kapan terakhir kali suami saya memprioritaskan saya? Terkadang saya iri sama suami-suami temen saya yang mampu memprioritaskan istrinya meleibihi siapapun, dia membela istrinya dengan keteguhannya, bahkan mereka dengan bangganya menunjukkan bahwa mereka bahagia bersama istrinya. Ahhhh jangankan seperti itu keadaan dalam rumahpun masih pelik penuh dengan kecekcokan jangankan kayak mereka yang bisa holiday bareng suaminya, shopping bareng, makan-makan bareng, kemana-mana pun dianterin suaminya...

Jangankan kayak mereka, saya tuh kondanganpun mesti sendirian, lagi sakit sekalipun saya mesti ngerawat sendirian, bisa dibilang ke dokter pun saya mesti berjuang sendirian. Jangankan untuk saling membahagiakan bahkan untuk berbagi waktu layaknya suami istri kita tuh belum mampu, entahlah yang pasti terkadang saya merasa salah pilih orang ? terkadang saya ingin memutar waktu kembali, mungkin dulu saya terlalu cepat untuk menentukan pilihan saya, saya terjebak sama cover semata, yang saya kira suami saya akan baik hatinya, mampu menyayangi saya dan ibu saya, yang mampu menghargai saya dan ibu saya, menghormati setiap pengorbanan yang saya lakukan tapi ternyata tidak, dia bahkan lupa setiap luka yang saya terima darinya...

Terkadang ketika saya terpuruk saya selalu merasa menyesali setiap ketergesahan saya dulu, saya terlalu terburu-buru mengambil keputusan, saya kira menikah itu indah, saya kira punya suami itu akan bikin hidup lebih bahagia, tapi ternyata tidak. Saya tidak bahagia dan saya merasa tersiksa. Terkadang terlintas di pikiran “aaaaah seandainya waktu itu saya pilih si A atau si B atau bahkan si C, mungkin hidup saya tidak akan semenderita ini.” Atau terkadang terlintas “aaah seandainya kalau alm appa masih ada mungkin hidup saya tidak akan sesakit ini, setidaknya suamiku serta mereka mereka sedikitnya mungkin akan menghargai saya dan keluarga saya.” Tapi apa mau yang dikata nasi sudah menjadi bubur dan pada akhirnya saya tidak mampu mengolah bubur itu menjadi special...

Kertas putih telah tertumpah tinta segimana dibersihkan pun tetap akan bernoda, seperti kaca yang pecah sekalipun disatukan kembali tetap akan meninggalkan bekas retakan. Mungkin inilah yang sedang saya rasakan saat ini, terombang ambing dilema antara bertahan atau memilih menyerah karena jujur saja saya gak mau gila, saya gak mau punya suami yang jahat. Hari semakin hari suami saya terus berubah semakin hari semakin kejam  dan semakin mirip sama orang yang saya benci dan saya takut akan seperti mereka, rumah tangga yang tidak harmonis, suami yang kejam dan istri dan anak yang jadi korban. Saya gak mau seperti mereka, saya gak mau terlihat seperti  istri yang gila saya hanya ingin bahagia, mungkin jalan yang saya pilih memang salah... 

“Saya rasa semua yang terjadi kini hanyalah rasa yang palsu terus terjadi setap hari demi hari rasa sakit yang saya rasakan terulang dan terus menerus berulang, walaupun kita kini telah lama bersama saling menyayangi atas dasar nama cinta. Namun rasa itu hilang entah kemana sebaiknya kita berpisah untuk saling bahagia. Haruskah seperti itu ???”

Rasa cinta kita semakin hari penuh dengan rasa curiga walau saya tahu saya tak bisa melepasmu begitu saja, namun saya rasa saya mulai tak sanggup untuk terus berdusta kalau sebenarnya kita itu tak bisa terus bersama. Mungkinkah kita akan lebih bahagia kalau misalnya kita memilih untuk berpisah ??? 

Bukan maksud saya untuk mengumbar aib suami saya, tapi saya hanya ingin sharing dan memecahkan solusi dalam rumah tangga yang sedang saya jalani. Karena saya sudah tidak mampu untuk menanggung beban ini sendirian lagi, saya tidak bisa untuk membungkam dan berdiam diri lagi, saya butuh sandaran dan minimalnya saya bisa sedikit melepaskan penat dengan menumpahkan semua keluh kesah saya melalui tulisan ini. Kenapa saya berani seperti ini ? karena saya sudah lelah dan rasanya percuma saja untuk mengajak bicara suami saya, setiap omongan yang saya lontarkan dia hanya memasukannya ke telinga kanan lalu keluar lagi lewat telinga kiri. Setiap komitmen yang kita buat tetap saja patah dengan beriringnya waktu, kita gak ada yang bisa mengalahkan ego masing-masing, mungkin karena kita seumuran jadi kita merasa gak mau saling diprovokasi...

Dan mungkin ada hal-hal penting yang harus ditafakur tentang saya dan suami saya, apakah benar pernikahan yang kami jalani? Apakah yang harus saya lakukan sedangkan suami saya seperti itu? Apakah saya sanggup untuk terus bertahan? Apakah suami saya akan berubah? Apakah pantas kalau seandainya saya memilih untuk menyerah saja?  Saya banyak ketakutan dengan setiap langkah yang akan saya ambil. Saya takut salah melangkah lagi  !!!

Please help me, air mata ku sudah kering saking sering nangisnya sama kelakuan suami, sama keadaan yang sudah tidak memadai lagi, sama semua hal yang tentang hidup yang sudah tidak mendukung lagi. Mesti berapa kali lagi kecewa? Berapa kali lagi menangis ? berapa kali lagi terjatuh ? dan berapa kali lagi saya memohon agar saya bisa bahagia ? saya takut ketika memilih bertahan jusru keadaan semakin tidak baik. Saya takut hancur untuk kesekian kalinya lagi...

Sering terlintas dibenak, apakah suami saya masih mencintai saya ? pernahkah suami saya benar-benar mencintai saya ? pernahkan saya jadi orang terpenting dihidupnya ? adakah niatan dihati suami saya untuk memprioritaskan saya sebagai istrinya ? sebenernya suami saya itu sayang atau tidak kepada saya ? lalu pernahkah suami saya mengkhawatirkan keadaan saya ? punyakah keinginan untuk membahagiakan saya ? intinya sih saya sendiri pun tidak tahu betul apa yang ada dipikirannya, apa keinginannya, apa yang dirasakan oleh hatinya, apakah benar saya perempuannya ? Apakah benar saya istrinya ? Setia atau tidak-kah suami saya ? Ataukah selama ini sengaja untuk meninggalkan saya secara perlahan sehingga sering membuat saya jengah olehnya, ah entahlah yang pasti hari semakin hari saya semakin meragukan suami saya...

Ataukah sebenarnya suami saya sudah tidak mencintai saya lagi ? Mungkinkah itu salah satu kendalanya ? sehingga suami saya dengan tega melakukan banyak hal yang membuat saya sakit hati ? karena bila memang suami saya benar-benar sayang sama saya, dia tidak akan membuat saya mengemis perhatiannya karena sesibuk apapun dia pasti mampu meluangkan waktunya untuk istrinya. Ah entahlah, tapi kalau seandainya benar seperti itu saya minta lepaskan sajalah saya, karena setidaknya saya pun berhak untuk bahagia...

Oh god, please help me !!!